BAB III
KARAKTERISTIK FAKTOR
MANUSIA DAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA SHIFT SIANG BAGIAN
WEAVING PT. PRIMATEXCO INDONESIA DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2000
FAKTOR MANUSIAWI
A.
Pendahuluan
Faktor manusia dalam
kecelakaan merupakan konsepsi klasik dalam usaha keselamatan dan pencegahan
kecelakaan kerja.
Ada beberapa pendekatan,
pertama, berkaitan dengan ciri-ciri psikologis, fisik, dan kelainan-kelainan perseorangan
yang cenderung mempunyai pengaruh dalam kecelakaan. Untuk itu perlunya seleksi
dan latihan bagi tenaga kerja. Walaupun upaya pendekatan ini punya banyak
kesulitan, namun tetap bermanfaat dan diperlukan dalam penilaian tenaga kerja
khusus seperti seleksi pengemudi.
Kedua, berhubungan dengan rasa
dan emosi. Pendekatan ini merupakan metode yang berhubungan dengan sifat
manusiawi namun sulit untuk menilai peranannya.
Ketiga adalah faktor-faktor
manusiawi yang berhubungan dengan situasi pekerjaan. Intinya, kita
bersosialisasi, berkomunikasi, dan memiliki hubungan perseorangan dengan
kelompok kerja.
Keempat adalah bagaimana
tingkat keserasian tenaga kerja terhadap proses pekerjaan, seperti hawa panas,
penerangan dan kebisingan.
Dalam faktanya, kecelakaan
merupakan suatu keadaan bertemunya serangkaian peristiwa yang menjadi sebab
terjadinya suatu kecelakaan. Pada banyak hal, sifat manusiawi digambarkan
sebagai sifat melamun, tidak hati-hati, tidak mengikuti aturan-aturan
keselamatan, dan lain-lain, yang merupakan penyebab terjadinya suatu
kecelakaan.
B.
Kecenderungan
Untuk Celaka
Statistik kecelakaan
menunjukkan, 10-25% tenaga kerja terlibat dalam 55-85% kecelakaan. Namun hal
itu didapatkan manakala :
- Jangka
waktu pengamatan relatif pendek
- Jumlah
tenaga kerja yang diamati jauh melampaui frequensi kecelakaan
Selain itu, kecelakaan kerja dapat juga terjadi
karena tindakan-tindakan pengamanan yang tidak diadakan dengan memadai pada
proses kerja yang cukup berbahaya. Maka dari itu, penelaahan statistik kecelakaan
tidak boleh terburu-buru menyimpulkan tanpa menilai secara cermat segenap
faktor yang bersangkutan.
Lebih lanjut, sifat
kecenderungan tertimpa kecelakaan adalah bersifat sementara.
Pengujian-pengujian psikologis tertentu dapat dipakai mengurangi pengaruh
kelainan tersebut terhadap daya konsentrasi, ketelitian otot serta koordinasi
gerakan.
C.
Statistik Tentang
Faktor Manusiawi dan Sebab Kecelakaan
Statistik kecelakaan dapat
dibuat sesuai jam dalam sehari dan menurut hari-hari dalam seminggu. Dari informasi
demikian, dapat menggambarkan faktor manusiawi. Selain faktor tersebut ada juga
faktor teknik dan lingkungan. Biasanya kecelakaan terjadi di setiap bagian
akhir kerja.
Dan juga terkadang dibuat
statistik kecelakaan berdasarkan pengalaman. Kemudian dibuat penyebaran
persentase kecelakaan menurut lamanya bekerja di perusahaan. Dengan ini dapat
dibandingkan dengan kecelakaan menurut keterampilan, fakta yang ada meningginya
pengalaman dan keterampilan disertai dengan turunnya angka kecelakaan.
Perbedaan-perbedaan ini sangat
sulit ditafsirkan disebabkan oleh faktor lain yang lebih besar, namun tetap ada
keraguan dari statistik ini. Kadang dapat dilihat suatu urgensi, tindakan yang
perlu kita lakukan memprioritaskan tenaga kerja muda. Karena kecelakaan sering
terjadi di akhir kerja, faktornya adalah kelelahan atau tidak biasa bekerja
dengan tempo yang sama.
D.
Keselamatan dan
Pengalaman
Sesuai usia kewaspadaan
bertambah baik, tapi tenaga kerja baru biasanya tidak tahu seluk-beluk
pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu mereka lebih mementingkan cepat
selesai tugas yang diberikan kepadanya, itu yang membuat mereka teledor.
Bimbingan pada hari pertama sangat penting karena pekerja baru kurang
berpengalaman dan sering mendapat kecelakaan. Perhatian khusus perlu diberikan.
E.
Keterampilan dan
Keselamatan
Keterampilan dan keselamatan
adalah proses belajar. Keduanya berkembang sejalan. Dengan meningkatkan
keterampilan di atas pengalaman kerja bahaya-bahaya kecelakaan mendapatkan
perhatian dari tenaga kerja yang bersangkutan. Keterampilan yang tinggi adalah
cermin koordinasi yang efisien di antara pikiran, fungsi alat indra dan
otot-otot tubuh.
Pengenalan saja terhadap
pekerjaan dan bahay-bahaya kecelakaannya jauh dari cukup bagi keselamatan
kerja, oleh karena pengenalan bersifat pasif dan tidak bersatu dengan proses
belajar dalam praktik. Maka dari itu, usaha-usaha keselamatan harus dimulai
sejak tingkat latihan kepada tenaga kerja diberikan.
Namun begitu, sekalipun
keterampilan tinggi, kemungkinan terjadinya kecelakaan masih tetap ada. Dengan
keterampilan pekerjaan dilakukan secara refleks oleh karena terbiasa, sehingga
segi keselamatan terabaikan. Unsur-unsur keselamatan dapat dimasukkan dalam
kebiasaan-kebiasaan kerja yang terbiasa ini. Sebagai contoh adalah pemasukan
bahan ke mesin sebaiknya dilakukan dengan memakai tongkat pendorong dan bukan
didorong dengan tangan, jika mesin- mesin sendiri tidak mungkin diberi pagar
pengaman.
F.
Sikap terhadap Keselamatan
Sikap terhadap keselamatan ada
dua tafsiran. Tafsiran pertama adalah pada tingkat operasional dan meliputi
keselamatan yang kompleks reaksi tenaga kerja terhadap pekerjaan dan
lingkungannya. Keseluruhan reaksi ini merupakan landasan psikologis bagi
penyelenggaraan pekerjaan dan mengacu pada tingkah-lakunya. Sikap terhadap
keselamatan adalah hasil dari pengaruh-pengaruh yang rumit dan kadang-kadang
bertentangan dan oleh karena itu mungkin positif atau negatif tergantung dari
individu-individu dan keadaan.
Tafsiran kedua bertalian
dengan sikap tenaga kerja terhadap keselamatan atas dinamika psikologis mereka.
Faktor-faktor seperti tekanan emosi, kelelahan, konflik-konflik kejiwaan yang
... dan tak terselesaikan, dan lain-lain mungkin berpengaruh secara negatif
terhadap keselamatan. Faktor-faktor ini mungkin mungkin pula berperan dalam
timbulnya kecelakaan pada tenaga kerja yang sebenarnya tidak melakukan
pekerjaan berbahaya. Mereka tersebut “korban pasif dari nasib sendiri”.
Tafsiran kedua ini sangat penting tarutama pada kecelakaan-kecelakaan
lalu-lintas.
G.
Pertentangan di antara Produksi dan
Keselamatan
Di antara kepentingan produksi
dan keselamatan kadang-kadang terdapat pertentangan. Dalam keadaan seperti itu,
pengusaha atau buruh mengorbankan persyaratan keselamatan dan mengambil resiko
terjadinya kecelakaan untuk peningkatan produktifitas. Sebagai contoh adalah
dikuranginya perawatan mesin dan peralatan kerja oleh pengusaha, agar hilangnya
waktu produksi dicegah, peniadaan pagar-pagar keamanan atau tidak dipakainya
lat-alat pelindung diri yang dirasakan memberi hambatan.
Pada beberapa keadaan,
alasannya cukup kuat. Adapun keadaan lainnya hanyalah pencerminan keengganan
kelompok-kelompok tertentu terhadap tindakan keselamatan. Pada keadaan disebut
belakangan, ancaman hukuman kurang bermanfaat dan sebaiknya usaha diadakan
untuk mengubah sikap terhadap keselamatan misalnya dengan mengundang
partisipasi buruh dan memilih alat-alat proteksi diri yang sesuai.
Juga dari pengalaman terbukti,
bahwa angka kecelakaan dalam pekerjaan-pekerjaan yang bertalian dengan proses
produksi yang pokok adalah lebih kecil daripada kecelakaan-kecelakaan pada
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sampingan.
H.
Kecelakaan dan Keampuhan sistem
Keampuhan suatu sistem adalah
besarnya kemungkinan bahwa sistem tersebut akan berfungsi secara memuaskan
menurut maksud tujuannya pada keadaan-keadaan dan alam waktu yang tertentu.
Secara luas telah dimaklumi,
bahwa jumlah kecelakaan yang lebih dari angka rata-rata terjadi pada
keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan proses produksi normal atas dasar
kerusakan atau kegagalan sistem.
Maka dari itu, dapat
disimpulkan bahwa peningkatan keampuhan sistem akan berakibat pengurangan
peristiwa kecelakaan dan juga meningkatkan produktivitas.
Upaya harus diarahkan tidak
hanya memperbaiki standar mesin tetapi juga kemantapan komponen manusiawi dalam
sistem manusia dan mesin dengan pendidikan tenaga kerja dalam cara pengelolaan
mesin dan peralatan kerja.
I .Komunikasi dan keselamatan
Keampuhan suatu sistem sampai tingkat tertentu
tergantung kepada kwalitas komunikasi yang terjadi diantara aneka unsur.Dalam industri,
bentuk komunikasi didalam suatu sistem biasanya dirumuskan dalam
ketentuan-ketentuan resmi, seperti isyarat-isyarat atau penggunaan bentuk
standar untuk pengiriman keterangan dan lain-lain.
Namun, kadang-kadang komunikasi
dengan saluran tak resmi lebih berpengaruh.Maka dari itu, sistem komunikasi
resmi harus cukup jelas , komprehensif dan tidak berarti jamak serta tidak
rumit agar tidak diganti oleh isyarat-isyarat tak resmi.
Penggantian
tersebut harus mendapat perhatian pada :
a)
Adanya komunikasi diantara kelompok yang tak sama
seperti bagian administrasi dan bagian produksi
b)
Terdapatnya tenaga baru yang belum memahami
isyarat-isyarat tak resmi.
Dua segi lainnya tentang komunikasi adalah singkatan informasi dan
informasi yang selalu terperinci.Tenaga kerja mungkin menggunakan bentuk-bentuk
singkatan untuk komunikasi, sehingga memperbaiki kerja , namun dengan begitu,
keampuhan sistem menurun.Begitu pula , tingkat keselamatannya.
J. Faktor Manusiawi dan pencegahan
kecelakaan
Analisa kecelakaan yang ditunjukan
kepada factor manusai memiliki kerugian, tetapi mungkin memberikan bahan
berguna untuk pencegahan kecelakaan.Kerugian terpenting adalah kenyataan bahwa
tenaga kerjalah yang dipersalahkan ,sehingga dianggap bahwa investasi dalam
keselamatan , seperti pemagaran mesin untuk keselamatan kurang penting.
Sebaliknya, penelitian factor
manusiawi akan memberikan kejelasan tentang kesalahan dalam sistem
manusia-mesin, pengaruh yang tak mengutungkan dari faktor lingkungan seperti
penerangan, suhu, udara , ventilasi ,
dan lain-lain. Sebagainya, sikap-sikap kelompok dan kelemahan proses kerja.
Dalam hubungan kecenderungan untuk
tertimpa kecelakaan atas dasar kelainan pengendalian persyarafan dan otot,
sangat baik apabila kelainan tersebut ditemuakn pada pemeriksaan kesehatan
sebelum kerja. Selain pemeriksaan medis, ada manfaatnya dipakai pengujian
psikologis.Namun begitu, tetap sulit untuk mendapat kepastian yang benar-benar
tentang tingkah laku seseorang.
Media India Salahkan Pilot
Dugaan itu dilansir NDTV, sebuah media setempat, yang mengumpulkan data
berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata terhadap insiden paling mematikan
dalam dunia penerbangan di India, pada sabtu (22/5) pagi itu.
Berdasarkan laporan media tersebut,
kecelakaan berawal dari kesalahan pilot dalam menenpatkan posisi mendarat
hingga pesawat terbang keluar landasan pacu.
Pilot tersebut kemudian berusaha
menghentikan laju pesawat dengan mengerem mendadak.Pada saat itulah ban kemdian
meledak yang menyebabkan pesawat berbelok dan menabrak antena di ujung
landasan. Pesawat akhirnya terbelah dua dan mulai terbakar diujung landasan.
Namun, penyebab kecelakaan karena
kesalahan pilot ini juga masih dipertanyakan. Sang pilot , Z Glucia , warga
Rusia, dinilai sangat berpengalaman karena memiliki catatan menerbankan pesawat
sampai sampai 10.000 jam dan telah melakukan 19 kali pendaratan di bandara
mangalore.
Sementara itu, kopilot SS Ahluwal
mengantongi 3.000 jam terbang dan melakukan 66 kali penerbangan dilokasi
kejadian.
Menurut sumber NDTV, pilot tidak
melaporkan adanya kegagaln operasi peralatan dalam pesawat kepada airport
traffic control (ATC) sesaat melakukan pendaratan .
Untuk menguak misteri penyebab
kecelakaan, ada pada kotak hitam yang telah ditemukan Direktur Jenderal
Perhubungan udara India.
Penyelidikan kotak hitam sangat
penting untuk mengetahui apa yang terjadi saat pesawat mendarat setelah terbang
dari Dubai, UEA.
Ada empat anggota tim forensic dari
AS toba di India untuk membantu penelitiaan tersebut , kata Harpreet Singh, seorang
juru bicara Air India . Dia menolak berspkulasi tentang penyebab kecelakaan
itu.
Akibat kecelakaan ini Air India
Mngalore segera ditutup untuk melakukan evakuasi terhadap korban. Kecelakaan
yang menimpa pesawat dengan layanan tiket murah ini merupakan kecelakaan udara
paling parah terjadi di India ini selama satu decade.
Pesawat Air India Express jenis
boeing 737-800 dengan kode penerbangan IX 812 itu berangkat dari Dubai menuju
Mangalore serta mengangkut 160 penumpang dan 6 awak. Hanya tujuh orang yang
selamat dalam insiden tersebut.
Air India, Maskapai nasional Negara
itu, meriupakan penerbangan murah yang menjadi tumpuan transportasi jutaan
orang India yang bekerja ditimur tengah.
Pada Mei-Juni adalah masa liburan
musim panas yang biasanya digunakan oleh pekerja Indai pulang untuk mengunjungi
pernikahan keluarga dan pulang kerumah
KARAKTERISTIK FAKTOR
MANUSIA DAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA SHIFT SIANG BAGIAN
WEAVING PT. PRIMATEXCO INDONESIA DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2000
Kecelakaan
merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan lainnya. Kecelakaan yang timbul
merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor (lingkungan, peralatan kerja, dan
faktor pekerja itu sendiri). Ada 2 golongan penyebab terjadinya kecelakaan
kerja yaitu Unsafe Acts dan Unsafe Conditions. Untuk mengatasi kecelakaan
kerja, maka diperlukan pencegahan baik pada faktor manusia maupun terhap faktor
lingkungan dan mekanik agar kecelakan dapat dicegah dan tidak terulang kembali.
Disamping itukecelakaan harus dianalisis untuk mengetahui penyebabnya, akibat,
dan langkah apa yang perlu diambil. Jenis penelitian adalah deskriptif yang
bertujuan untuk menggambarkan, menyusun, dan menyajikan nilai-nilai data yang
terkumpul dari suatu penelitian secara sistematis, factual,akurata dan bersifat
retrospektif karana meneliti kejadian kecelakaan yang telah lampau. Dalam
analisa datadil dalam bentuk tabel silang dan diolah dengan menggunakan program
SPSS 7.5. Dari hasil pembahasan dapat diketahui bahwa jenis kecelakaan yang sering
terjadi adalah terjepit (18,3%). Hal ini disebabkan karena peralatan kerja yang
tidak baik, dan tenaga kerja kurang hati-hati. Untuk usia termuda tenaga kerja
di bagtian Weaving adalah 18 tahun, dan tertua adalah 51 tahun. Sedangkan yang
sering mengalami kecelakaan kerja usia 21-30 tahun sebanyak 16 kasus (66,67).
Hal ini disebabkan karena tenaga kerja ceroboh dan tergesa-gesa dalam bekerja.
Tingkat pendidikan tertinggi adalah SMU dan kecelakaan banyak terjadi sebanyak
19 kasus (79,16%). Hal ini disebabkan karena tenaga kerja tidak pernah
mengikuti training dan belum berpengalaman. Lama kerja tenaga kerja di bagian
Weaving rata-rata 10-11 tahun. Kecelakaan kerja banyak terjadi pada tenaga
kerja yang mempunyai masa kerja 0-5 tahun sebanyk 10 kasus (41,7%). Untuk sikap
kerja tenaga kerja adalah dengan berdiri (81,67%). Hal ini disebabkan karena
tenaga kerja mengalami kelelahan akibat kerja. Rata-rata tenaga kerja yang blum
pernah mendapatkan latiah kerja sebanyak 15%. Penyebab terjadinya kecelakan
kerja dipengaruhi beberap faktor (manusia, lingkungan kerja dan peralatan
kerja) juga karena kondisi dan perbuatan manusia yang membahayakan. Disimpulkan
bahwa terjadi kecelakaan kerja dipengaruhi oleh berbagain factor. Diantaranya
penerangan yang kurang, suhu dan getaran tinggi. Untuk peralatan dan
mesin-mesin yang ada, maka perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan secara
teratur. Sedangkan persentase terbanyak yang dialami oleh tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja disebabkan karena tidak pernah mengikuti latihan
kerja dan kurang berpengalaman. Kata Kunci: KECELAKAAN KERJA, BATANG,
KARAKTERISTIK MANUSIA .
90 Persen
Kecelakaan Laut Disebabkan Manusia
Komite
Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT menilai,
selama
ini 90 persen kecelakaan laut yang terjadi di Indonesia disebabkan faktor
manusia. Karena itu, profesionalit as dan kompetensi dari operator pelayaran
sangat dibutuhkan di samping kelengkapan fasilitas keamanan pelayaran. Ketua
KNKT Sub Komite Penelitian Kecelakaan Transportasi Laut Hermanu Karmoyono
mengungkapkan, penyebab kecelakaan transportasi laut kadang disederhanakan
dengan istilah human error atau kesalahan manusia. Namun, menurutnya
justru faktor inilah yang harus menjadi bahan evaluasi bersama bahwa
profesionalitas pelaku pelayaran harus dibenahi.Kami tak mengenal istilah human
error. Yang jelas, kecelakaan yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh
manusia, tuturnya di sela acara Pelatihan Dasar-Dasar Teknik Investigasi
Kecelakaan di atas Kapal Mustika Kencana milik PT Darma lautan di
Surabaya.Menurut Hermanu, beberapa contoh faktor manusia yang mengakibatkan
kecelakaan laut, antara lain kelelahan, kejenuhan, dan kecerobohan. Selain itu,
screening atau penyaringan muatan kapal juga kurang teliti.Barang
apapun begitu mudah masuk ke dalam kapal. Padahal kapal-kapal di Indonesia
belum dilengkapi dengan fasilitas x-ray detector atau sinar inframerah
untuk mendeteksi barang. Kasus terbakarnya KM Levina I tahun 2007 lalu terjadi
karena lolosnya barang-barang yang tak layak angkut namun tetap dinaikkan, kata
Hermanu.KNKT mencatat, selama tahun 2007 terjadi enam kasus kecelakaan laut dan
tahun 2008 lima kasus kecelakaan laut. Kecelakaan tersebut berskala besar
dengan timbulnya korban jiwa, polusi, serta tingkat kerugian yang besar.
Minim
investigator
Di
tengah mendesaknya peningkat an keselamatan transportasi laut, hingga saat ini
jumlah investigator transportasi laut KNKT hanya enam petugas. Padahal, untuk
kebutuhan investigasi kecelakaan di seluruh Indonesia minimal dibutuhkan 30
petugas investigasi."Kami sangat membutuhkan investigator di tingkat
daerah, minimal satu provinsi satu petugas. Dengan demikian
kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di seluruh daerah dapat segera
ditangani," kata Hermanu. Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau,
dan Penyeberangan (Gapasdap) Jawa Timur Bambang Harjo S mengakui, investigator
KNKT di tingkat provinsi masih minim. Indonesia sangat luas, karena itu
dibutuhkan investigator di masing-masing daerah. "Kriteria investigator
yang dibutuhkan harus memiliki latar belakang pendidikan atau kerja sebagai
nakhoda kapal, sarjana tekni k perkapalan, dan kapten kapal.
Tindak
tegas
Dirjen Perhubungan Laut Sunaryo menambahkan, setiap kapal
yang hendak berlayar wajib mendapatkan izin berlayar dari administratur setempat.
Jika kesiapan teknis dan cuaca tak memungkinkan, maka kapal tak akan
diberangkatkan. Jangan sampai operator kapal hanya mengejar target muatan dan
mengabaikan keselamatan penumpang.
Kecelakaan
Kerja Di Banten Meningkat Jadi 1.539 Kasus
Serang - Kecelakaan kerja di Banten dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2008 tercatat 1.483 kecelakaan kerja naik menjadi 1.539 kasus kecelakaan pada tahun 2009. Peningkatan ini bukan hanya jumlah (kuantitas), tetapi juga kualitas.
Eutik Suarta, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Jumat (9/10) membenarkan peningkatan jumlah kecelakaan kerja tersebut. "Peningkatan itu bukan semata-mata disebabkan faktor peralatan kerja, tetapi terdapatindikasi lemahnya pemahaman para pelaku dalam proses produksi terhadap pentngnya menggunakan peralatan keselamatan kerja secara benar.
Dia mencontohkan, pihaknya beberapakali menemukan pabrik yang para tenaga kerjanya mengabaikan penggunaan alat keselamatan kerja, meskipun manajemen pabrik itu telah menyediakan secara lengkap. "Misalnya helm hanya ditenteng, bukan dipakai. Ketika ditanya jawabannya, ya kalau sudah takdir mati di karena tertimpa gak bisa dihindari. Sikap ini tentu tidak bagus.
Dia mengingatkan, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak azasi manusia berdasarkan nilai keadilan, keterbukaan dan demokrasi seperti tertuang dalam 5 prinsip kerja ILO (organisasi buruh in
Serang - Kecelakaan kerja di Banten dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2008 tercatat 1.483 kecelakaan kerja naik menjadi 1.539 kasus kecelakaan pada tahun 2009. Peningkatan ini bukan hanya jumlah (kuantitas), tetapi juga kualitas.
Eutik Suarta, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Jumat (9/10) membenarkan peningkatan jumlah kecelakaan kerja tersebut. "Peningkatan itu bukan semata-mata disebabkan faktor peralatan kerja, tetapi terdapatindikasi lemahnya pemahaman para pelaku dalam proses produksi terhadap pentngnya menggunakan peralatan keselamatan kerja secara benar.
Dia mencontohkan, pihaknya beberapakali menemukan pabrik yang para tenaga kerjanya mengabaikan penggunaan alat keselamatan kerja, meskipun manajemen pabrik itu telah menyediakan secara lengkap. "Misalnya helm hanya ditenteng, bukan dipakai. Ketika ditanya jawabannya, ya kalau sudah takdir mati di karena tertimpa gak bisa dihindari. Sikap ini tentu tidak bagus.
Dia mengingatkan, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak azasi manusia berdasarkan nilai keadilan, keterbukaan dan demokrasi seperti tertuang dalam 5 prinsip kerja ILO (organisasi buruh in
ternasional). Ke-10 prinsip itu adalah keselamatan dan
kesehatan kerja, kekeluargaan, kesetaraan gender, peningkatan produktivitan
dan ketersedian fasilitas kerja yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar