Rabu, 11 Maret 2015

Faktor Manusiawi Dalam Kecelakaan Kerja.

 BAB III
FAKTOR MANUSIAWI

A.    Pendahuluan
Faktor manusia dalam kecelakaan merupakan konsepsi klasik dalam usaha keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja.
Ada beberapa pendekatan, pertama, berkaitan dengan ciri-ciri psikologis, fisik, dan kelainan-kelainan perseorangan yang cenderung mempunyai pengaruh dalam kecelakaan. Untuk itu perlunya seleksi dan latihan bagi tenaga kerja. Walaupun upaya pendekatan ini punya banyak kesulitan, namun tetap bermanfaat dan diperlukan dalam penilaian tenaga kerja khusus seperti seleksi pengemudi.
Kedua, berhubungan dengan rasa dan emosi. Pendekatan ini merupakan metode yang berhubungan dengan sifat manusiawi namun sulit untuk menilai peranannya.
Ketiga adalah faktor-faktor manusiawi yang berhubungan dengan situasi pekerjaan. Intinya, kita bersosialisasi, berkomunikasi, dan memiliki hubungan perseorangan dengan kelompok kerja.
Keempat adalah bagaimana tingkat keserasian tenaga kerja terhadap proses pekerjaan, seperti hawa panas, penerangan dan kebisingan.
Dalam faktanya, kecelakaan merupakan suatu keadaan bertemunya serangkaian peristiwa yang menjadi sebab terjadinya suatu kecelakaan. Pada banyak hal, sifat manusiawi digambarkan sebagai sifat melamun, tidak hati-hati, tidak mengikuti aturan-aturan keselamatan, dan lain-lain, yang merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan.

B.           Kecenderungan Untuk Celaka

Statistik kecelakaan menunjukkan, 10-25% tenaga kerja terlibat dalam 55-85% kecelakaan. Namun hal itu didapatkan manakala :
  1. Jangka waktu pengamatan relatif pendek
  2. Jumlah tenaga kerja yang diamati jauh melampaui frequensi kecelakaan
Selain itu, kecelakaan kerja dapat juga terjadi karena tindakan-tindakan pengamanan yang tidak diadakan dengan memadai pada proses kerja yang cukup berbahaya. Maka dari itu, penelaahan statistik kecelakaan tidak boleh terburu-buru menyimpulkan tanpa menilai secara cermat segenap faktor yang bersangkutan.
Lebih lanjut, sifat kecenderungan tertimpa kecelakaan adalah bersifat sementara. Pengujian-pengujian psikologis tertentu dapat dipakai mengurangi pengaruh kelainan tersebut terhadap daya konsentrasi, ketelitian otot serta koordinasi gerakan.

C.          Statistik Tentang Faktor Manusiawi dan Sebab Kecelakaan

Statistik kecelakaan dapat dibuat sesuai jam dalam sehari dan menurut hari-hari dalam seminggu. Dari informasi demikian, dapat menggambarkan faktor manusiawi. Selain faktor tersebut ada juga faktor teknik dan lingkungan. Biasanya kecelakaan terjadi di setiap bagian akhir kerja.

Dan juga terkadang dibuat statistik kecelakaan berdasarkan pengalaman. Kemudian dibuat penyebaran persentase kecelakaan menurut lamanya bekerja di perusahaan. Dengan ini dapat dibandingkan dengan kecelakaan menurut keterampilan, fakta yang ada meningginya pengalaman dan keterampilan disertai dengan turunnya angka kecelakaan.
Perbedaan-perbedaan ini sangat sulit ditafsirkan disebabkan oleh faktor lain yang lebih besar, namun tetap ada keraguan dari statistik ini. Kadang dapat dilihat suatu urgensi, tindakan yang perlu kita lakukan memprioritaskan tenaga kerja muda. Karena kecelakaan sering terjadi di akhir kerja, faktornya adalah kelelahan atau tidak biasa bekerja dengan tempo yang sama.


D.          Keselamatan dan Pengalaman
Sesuai usia kewaspadaan bertambah baik, tapi tenaga kerja baru biasanya tidak tahu seluk-beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu mereka lebih mementingkan cepat selesai tugas yang diberikan kepadanya, itu yang membuat mereka teledor. Bimbingan pada hari pertama sangat penting karena pekerja baru kurang berpengalaman dan sering mendapat kecelakaan. Perhatian khusus perlu diberikan.

E.           Keterampilan dan Keselamatan
Keterampilan dan keselamatan adalah proses belajar. Keduanya berkembang sejalan. Dengan meningkatkan keterampilan di atas pengalaman kerja bahaya-bahaya kecelakaan mendapatkan perhatian dari tenaga kerja yang bersangkutan. Keterampilan yang tinggi adalah cermin koordinasi yang efisien di antara pikiran, fungsi alat indra dan otot-otot tubuh.

Pengenalan saja terhadap pekerjaan dan bahay-bahaya kecelakaannya jauh dari cukup bagi keselamatan kerja, oleh karena pengenalan bersifat pasif dan tidak bersatu dengan proses belajar dalam praktik. Maka dari itu, usaha-usaha keselamatan harus dimulai sejak tingkat latihan kepada tenaga kerja diberikan.
Namun begitu, sekalipun keterampilan tinggi, kemungkinan terjadinya kecelakaan masih tetap ada. Dengan keterampilan pekerjaan dilakukan secara refleks oleh karena terbiasa, sehingga segi keselamatan terabaikan. Unsur-unsur keselamatan dapat dimasukkan dalam kebiasaan-kebiasaan kerja yang terbiasa ini. Sebagai contoh adalah pemasukan bahan ke mesin sebaiknya dilakukan dengan memakai tongkat pendorong dan bukan didorong dengan tangan, jika mesin- mesin sendiri tidak mungkin diberi pagar pengaman.

F.           Sikap terhadap Keselamatan
Sikap terhadap keselamatan ada dua tafsiran. Tafsiran pertama adalah pada tingkat operasional dan meliputi keselamatan yang kompleks reaksi tenaga kerja terhadap pekerjaan dan lingkungannya. Keseluruhan reaksi ini merupakan landasan psikologis bagi penyelenggaraan pekerjaan dan mengacu pada tingkah-lakunya. Sikap terhadap keselamatan adalah hasil dari pengaruh-pengaruh yang rumit dan kadang-kadang bertentangan dan oleh karena itu mungkin positif atau negatif tergantung dari individu-individu dan keadaan.

Tafsiran kedua bertalian dengan sikap tenaga kerja terhadap keselamatan atas dinamika psikologis mereka. Faktor-faktor seperti tekanan emosi, kelelahan, konflik-konflik kejiwaan yang ... dan tak terselesaikan, dan lain-lain mungkin berpengaruh secara negatif terhadap keselamatan. Faktor-faktor ini mungkin mungkin pula berperan dalam timbulnya kecelakaan pada tenaga kerja yang sebenarnya tidak melakukan pekerjaan berbahaya. Mereka tersebut “korban pasif dari nasib sendiri”. Tafsiran kedua ini sangat penting tarutama pada kecelakaan-kecelakaan lalu-lintas.

G.          Pertentangan di antara Produksi dan Keselamatan
Di antara kepentingan produksi dan keselamatan kadang-kadang terdapat pertentangan. Dalam keadaan seperti itu, pengusaha atau buruh mengorbankan persyaratan keselamatan dan mengambil resiko terjadinya kecelakaan untuk peningkatan produktifitas. Sebagai contoh adalah dikuranginya perawatan mesin dan peralatan kerja oleh pengusaha, agar hilangnya waktu produksi dicegah, peniadaan pagar-pagar keamanan atau tidak dipakainya lat-alat pelindung diri yang dirasakan memberi hambatan.
Pada beberapa keadaan, alasannya cukup kuat. Adapun keadaan lainnya hanyalah pencerminan keengganan kelompok-kelompok tertentu terhadap tindakan keselamatan. Pada keadaan disebut belakangan, ancaman hukuman kurang bermanfaat dan sebaiknya usaha diadakan untuk mengubah sikap terhadap keselamatan misalnya dengan mengundang partisipasi buruh dan memilih alat-alat proteksi diri yang sesuai.

Juga dari pengalaman terbukti, bahwa angka kecelakaan dalam pekerjaan-pekerjaan yang bertalian dengan proses produksi yang pokok adalah lebih kecil daripada kecelakaan-kecelakaan pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sampingan.

H.          Kecelakaan dan Keampuhan sistem
Keampuhan suatu sistem adalah besarnya kemungkinan bahwa sistem tersebut akan berfungsi secara memuaskan menurut maksud tujuannya pada keadaan-keadaan dan alam waktu yang tertentu.
Secara luas telah dimaklumi, bahwa jumlah kecelakaan yang lebih dari angka rata-rata terjadi pada keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan proses produksi normal atas dasar kerusakan atau kegagalan sistem.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa peningkatan keampuhan sistem akan berakibat pengurangan peristiwa kecelakaan dan juga meningkatkan produktivitas.
Upaya harus diarahkan tidak hanya memperbaiki standar mesin tetapi juga kemantapan komponen manusiawi dalam sistem manusia dan mesin dengan pendidikan tenaga kerja dalam cara pengelolaan mesin dan peralatan kerja.

I .Komunikasi dan keselamatan
            Keampuhan  suatu sistem sampai tingkat tertentu tergantung kepada kwalitas komunikasi yang terjadi diantara aneka unsur.Dalam industri, bentuk komunikasi didalam suatu sistem biasanya dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan resmi, seperti isyarat-isyarat atau penggunaan bentuk standar untuk pengiriman keterangan dan lain-lain.

            Namun, kadang-kadang komunikasi dengan saluran tak resmi lebih berpengaruh.Maka dari itu, sistem komunikasi resmi harus cukup jelas , komprehensif dan tidak berarti jamak serta tidak rumit agar tidak diganti oleh isyarat-isyarat tak resmi.
Penggantian tersebut harus mendapat perhatian pada :
a)      Adanya komunikasi diantara kelompok yang tak sama seperti bagian administrasi dan bagian produksi
b)      Terdapatnya tenaga baru yang belum memahami isyarat-isyarat tak resmi.
Dua segi lainnya tentang komunikasi adalah singkatan informasi dan informasi yang selalu terperinci.Tenaga kerja mungkin menggunakan bentuk-bentuk singkatan untuk komunikasi, sehingga memperbaiki kerja , namun dengan begitu, keampuhan sistem menurun.Begitu pula , tingkat keselamatannya.

J. Faktor Manusiawi dan pencegahan kecelakaan
            Analisa kecelakaan yang ditunjukan kepada factor manusai memiliki kerugian, tetapi mungkin memberikan bahan berguna untuk pencegahan kecelakaan.Kerugian terpenting adalah kenyataan bahwa tenaga kerjalah yang dipersalahkan ,sehingga dianggap bahwa investasi dalam keselamatan , seperti pemagaran mesin untuk keselamatan kurang penting.
            Sebaliknya, penelitian factor manusiawi akan memberikan kejelasan tentang kesalahan dalam sistem manusia-mesin, pengaruh yang tak mengutungkan dari faktor lingkungan seperti penerangan, suhu, udara , ventilasi  , dan lain-lain. Sebagainya, sikap-sikap kelompok dan kelemahan proses kerja.
            Dalam hubungan kecenderungan untuk tertimpa kecelakaan atas dasar kelainan pengendalian persyarafan dan otot, sangat baik apabila kelainan tersebut ditemuakn pada pemeriksaan kesehatan sebelum kerja. Selain pemeriksaan medis, ada manfaatnya dipakai pengujian psikologis.Namun begitu, tetap sulit untuk mendapat kepastian yang benar-benar tentang tingkah laku seseorang.



Media India Salahkan Pilot
Dugaan itu dilansir NDTV, sebuah media setempat, yang mengumpulkan data berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata terhadap insiden paling mematikan dalam dunia penerbangan di India, pada sabtu (22/5) pagi itu.
            Berdasarkan laporan media tersebut, kecelakaan berawal dari kesalahan pilot dalam menenpatkan posisi mendarat hingga pesawat terbang keluar landasan pacu.
            Pilot tersebut kemudian berusaha menghentikan laju pesawat dengan mengerem mendadak.Pada saat itulah ban kemdian meledak yang menyebabkan pesawat berbelok dan menabrak antena di ujung landasan. Pesawat akhirnya terbelah dua dan mulai terbakar diujung landasan.
            Namun, penyebab kecelakaan karena kesalahan pilot ini juga masih dipertanyakan. Sang pilot , Z Glucia , warga Rusia, dinilai sangat berpengalaman karena memiliki catatan menerbankan pesawat sampai sampai 10.000 jam dan telah melakukan 19 kali pendaratan di bandara mangalore.
            Sementara itu, kopilot SS Ahluwal mengantongi 3.000 jam terbang dan melakukan 66 kali penerbangan dilokasi kejadian.
            Menurut sumber NDTV, pilot tidak melaporkan adanya kegagaln operasi peralatan dalam pesawat kepada airport traffic control (ATC) sesaat melakukan pendaratan .
            Untuk menguak misteri penyebab kecelakaan, ada pada kotak hitam yang telah ditemukan Direktur Jenderal Perhubungan udara India.

            Penyelidikan kotak hitam sangat penting untuk mengetahui apa yang terjadi saat pesawat mendarat setelah terbang dari Dubai, UEA.
            Ada empat anggota tim forensic dari AS toba di India untuk membantu penelitiaan tersebut , kata Harpreet Singh, seorang juru bicara Air India . Dia menolak berspkulasi tentang penyebab kecelakaan itu.
            Akibat kecelakaan ini Air India Mngalore segera ditutup untuk melakukan evakuasi terhadap korban. Kecelakaan yang menimpa pesawat dengan layanan tiket murah ini merupakan kecelakaan udara paling parah terjadi di India ini selama satu decade.
            Pesawat Air India Express jenis boeing 737-800 dengan kode penerbangan IX 812 itu berangkat dari Dubai menuju Mangalore serta mengangkut 160 penumpang dan 6 awak. Hanya tujuh orang yang selamat dalam insiden tersebut.
            Air India, Maskapai nasional Negara itu, meriupakan penerbangan murah yang menjadi tumpuan transportasi jutaan orang India yang bekerja ditimur tengah.
            Pada Mei-Juni adalah masa liburan musim panas yang biasanya digunakan oleh pekerja Indai pulang untuk mengunjungi pernikahan keluarga dan pulang kerumah   

KARAKTERISTIK FAKTOR MANUSIA DAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA SHIFT SIANG BAGIAN WEAVING PT. PRIMATEXCO INDONESIA DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2000

Kecelakaan merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan lainnya. Kecelakaan yang timbul merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor (lingkungan, peralatan kerja, dan faktor pekerja itu sendiri). Ada 2 golongan penyebab terjadinya kecelakaan kerja yaitu Unsafe Acts dan Unsafe Conditions. Untuk mengatasi kecelakaan kerja, maka diperlukan pencegahan baik pada faktor manusia maupun terhap faktor lingkungan dan mekanik agar kecelakan dapat dicegah dan tidak terulang kembali. Disamping itukecelakaan harus dianalisis untuk mengetahui penyebabnya, akibat, dan langkah apa yang perlu diambil. Jenis penelitian adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, menyusun, dan menyajikan nilai-nilai data yang terkumpul dari suatu penelitian secara sistematis, factual,akurata dan bersifat retrospektif karana meneliti kejadian kecelakaan yang telah lampau. Dalam analisa datadil dalam bentuk tabel silang dan diolah dengan menggunakan program SPSS 7.5. Dari hasil pembahasan dapat diketahui bahwa jenis kecelakaan yang sering terjadi adalah terjepit (18,3%). Hal ini disebabkan karena peralatan kerja yang tidak baik, dan tenaga kerja kurang hati-hati. Untuk usia termuda tenaga kerja di bagtian Weaving adalah 18 tahun, dan tertua adalah 51 tahun. Sedangkan yang sering mengalami kecelakaan kerja usia 21-30 tahun sebanyak 16 kasus (66,67). Hal ini disebabkan karena tenaga kerja ceroboh dan tergesa-gesa dalam bekerja. Tingkat pendidikan tertinggi adalah SMU dan kecelakaan banyak terjadi sebanyak 19 kasus (79,16%). Hal ini disebabkan karena tenaga kerja tidak pernah mengikuti training dan belum berpengalaman. Lama kerja tenaga kerja di bagian Weaving rata-rata 10-11 tahun. Kecelakaan kerja banyak terjadi pada tenaga kerja yang mempunyai masa kerja 0-5 tahun sebanyk 10 kasus (41,7%). Untuk sikap kerja tenaga kerja adalah dengan berdiri (81,67%). Hal ini disebabkan karena tenaga kerja mengalami kelelahan akibat kerja. Rata-rata tenaga kerja yang blum pernah mendapatkan latiah kerja sebanyak 15%. Penyebab terjadinya kecelakan kerja dipengaruhi beberap faktor (manusia, lingkungan kerja dan peralatan kerja) juga karena kondisi dan perbuatan manusia yang membahayakan. Disimpulkan bahwa terjadi kecelakaan kerja dipengaruhi oleh berbagain factor. Diantaranya penerangan yang kurang, suhu dan getaran tinggi. Untuk peralatan dan mesin-mesin yang ada, maka perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan secara teratur. Sedangkan persentase terbanyak yang dialami oleh tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja disebabkan karena tidak pernah mengikuti latihan kerja dan kurang berpengalaman. Kata Kunci: KECELAKAAN KERJA, BATANG, KARAKTERISTIK MANUSIA .

90 Persen Kecelakaan Laut Disebabkan Manusia
Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT menilai,
selama ini 90 persen kecelakaan laut yang terjadi di Indonesia disebabkan faktor manusia. Karena itu, profesionalit as dan kompetensi dari operator pelayaran sangat dibutuhkan di samping kelengkapan fasilitas keamanan pelayaran. Ketua KNKT Sub Komite Penelitian Kecelakaan Transportasi Laut Hermanu Karmoyono mengungkapkan, penyebab kecelakaan transportasi laut kadang disederhanakan dengan istilah human error atau kesalahan manusia. Namun, menurutnya justru faktor inilah yang harus menjadi bahan evaluasi bersama bahwa profesionalitas pelaku pelayaran harus dibenahi.Kami tak mengenal istilah human error. Yang jelas, kecelakaan yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh manusia, tuturnya di sela acara Pelatihan Dasar-Dasar Teknik Investigasi Kecelakaan di atas Kapal Mustika Kencana milik PT Darma lautan di Surabaya.Menurut Hermanu, beberapa contoh faktor manusia yang mengakibatkan kecelakaan laut, antara lain kelelahan, kejenuhan, dan kecerobohan. Selain itu, screening atau penyaringan muatan kapal juga kurang teliti.Barang apapun begitu mudah masuk ke dalam kapal. Padahal kapal-kapal di Indonesia belum dilengkapi dengan fasilitas x-ray detector atau sinar inframerah untuk mendeteksi barang. Kasus terbakarnya KM Levina I tahun 2007 lalu terjadi karena lolosnya barang-barang yang tak layak angkut namun tetap dinaikkan, kata Hermanu.KNKT mencatat, selama tahun 2007 terjadi enam kasus kecelakaan laut dan tahun 2008 lima kasus kecelakaan laut. Kecelakaan tersebut berskala besar dengan timbulnya korban jiwa, polusi, serta tingkat kerugian yang besar.
Minim investigator
Di tengah mendesaknya peningkat an keselamatan transportasi laut, hingga saat ini jumlah investigator transportasi laut KNKT hanya enam petugas. Padahal, untuk kebutuhan investigasi kecelakaan di seluruh Indonesia minimal dibutuhkan 30 petugas investigasi."Kami sangat membutuhkan investigator di tingkat daerah, minimal satu provinsi satu petugas. Dengan demikian kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di seluruh daerah dapat segera ditangani," kata Hermanu. Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jawa Timur Bambang Harjo S mengakui, investigator KNKT di tingkat provinsi masih minim. Indonesia sangat luas, karena itu dibutuhkan investigator di masing-masing daerah. "Kriteria investigator yang dibutuhkan harus memiliki latar belakang pendidikan atau kerja sebagai nakhoda kapal, sarjana tekni k perkapalan, dan kapten kapal.

Tindak tegas
Dirjen Perhubungan Laut Sunaryo menambahkan, setiap kapal yang hendak berlayar wajib mendapatkan izin berlayar dari administratur setempat. Jika kesiapan teknis dan cuaca tak memungkinkan, maka kapal tak akan diberangkatkan. Jangan sampai operator kapal hanya mengejar target muatan dan mengabaikan keselamatan penumpang.

Kecelakaan Kerja Di Banten Meningkat Jadi 1.539 Kasus
Serang - Kecelakaan kerja di Banten dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2008 tercatat 1.483 kecelakaan kerja naik menjadi 1.539 kasus kecelakaan pada tahun 2009. Peningkatan ini bukan hanya jumlah (kuantitas), tetapi juga kualitas.
Eutik Suarta, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Jumat (9/10) membenarkan peningkatan jumlah kecelakaan kerja tersebut. "Peningkatan itu bukan semata-mata disebabkan faktor peralatan kerja, tetapi terdapatindikasi lemahnya pemahaman para pelaku dalam proses produksi terhadap pentngnya menggunakan peralatan keselamatan kerja secara benar.
Dia mencontohkan, pihaknya beberapakali menemukan pabrik yang para tenaga kerjanya mengabaikan penggunaan alat keselamatan kerja, meskipun manajemen pabrik itu telah menyediakan secara lengkap. "Misalnya helm hanya ditenteng, bukan dipakai. Ketika ditanya jawabannya, ya kalau sudah takdir mati di karena tertimpa gak bisa dihindari. Sikap ini tentu tidak bagus.
Dia mengingatkan, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak azasi manusia berdasarkan nilai keadilan, keterbukaan dan demokrasi seperti tertuang dalam 5 prinsip kerja ILO (organisasi buruh in
ternasional). Ke-10 prinsip itu adalah keselamatan dan kesehatan kerja, kekeluargaan, kesetaraan gender, peningkatan produktivitan dan  ketersedian fasilitas kerja yang memadai.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar